Rabu, 07 Januari 2015

Kejanggalan Proses Syuting Film 5 CM.

Langkahkan pengetahuan anda tentang proses pembuatan atau syuting film ini di tengah hutan rimba  Gunung Semeru, gunung yang di rindukan sekaligus dicintai oleh para pendaki gunung di Indonesia bahkan dunia. Ada apa dalam proses pembuatan film 5 Cm tersebut?
Herjunot Ali, Raline Shah, Fedi Nuril, Pevita Pearce, Igor Saykoji, dan Denny Sumargo tiba - tiba saja menjadi idola di kalangan anak - anak pendaki gunung. Melalui peran mereka lewat film garapan Rizal Mantovani yang diproduseri oleh Sunil Soraya ternyata juga mampu menggairahkan dunia pendakian gunung di Indonesia.


     Diangkat dari novel best seller karya Donny Dhirgantoro yang berjudul 5 Cm film layar lebar ini diberi judul yang sama. Dibagian akhir film, para tokoh dalam film ini kemudian melakukan pendakian ke puncak tertinggi di Pulau Jawa, Mahameru. Tentu saja lokasi pembuatan film ini juga berada di kawasan elite buat anak - anak pegiat tracking di gunung, yaitu kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ( TNBTS ) Jawa Timur. Tetapi banyak yang terjebak dengan film ini. Film 5 Cm bukan sebuah film tentang pendakian gunung, tapi lebih bercerita tentang sebuah persahabatan. Hanya saja, ada cerita dimana mereka melakukan kegiatan pendakian ke gunung tertinggi di Pulau Jawa. 


  Namun yang menghebohkan dan membuat geger para “Pecinta Alam” bukan filmnya, tapi proses pembuatan film itu sendiri, terutama proses pengambilan gambar di kawasan TNBTS. Baru beberapa hari ketika kru datang mempersiapkan segala sesuatunya di Ranu Kumbolo, anak - anak pecinta alam di Jawa Timur sudah geger di jejaring sosial.
Hari berikutnya foto - foto beredar di sebuah group pecinta alam, yang merekam kegiatan pengambilan gambar di sana. Anak - anak pecinta alam di group jejaring sosial Facebook pun saling berantem, berdiskusi tentang pelaksanaan pembuatan film oleh Ram Soraya ini. Biang keladinya ternyata tuduhan perusakan lingkungan di kawasan TNBTS oleh para kru film Ram Soraya. Dari data yang berhasil dikumpulkan oleh para relawan, ternyata logistik mereka sangat fantastis. Dari kru film saja mereka membawa rombongan sebanyak 100 orang, sedangkan kru lokal sebanyak 150 orang yang bertugas sebagai porter.

       Logistiknya seberat 1200 kg dan ditambah 2500 kg peralatan sinematografi dan segala macam tetek bengeknya. Dapur umum untuk konsumsi tiap hari ada 4 buah, dengan dua dapur umum memakai bahan bakar kayu. Dan tentu saja banyak para kru yang mandi dan mencuci di danau Ranu Kumbolo yang notabene surga bagi para pendaki semeru. Lantas, darimana mereka memenuhi kayu untuk dapur dan untuk menghangatkan badan ketika suhu dingin. Ini dia sumber masalahnya, para kru film ini menebang pohon cemara yang ada di kawasan TNBTS. Ada 3 batang pohon dengan diameter 60 - 80 cm, dan puluhan pohon dengan diameter 20 - 40 cm yang ditebang untuk keperluan mereka.


Dari 3 batang pohon dengan diameter 60 - 80 cm ini, jika dikumpulkan akan menghasilkan paling tidak 20 kubik kayu. Sedangkan dari pohon dengan diameter 20 - 40 cm, jika yang ditebang 20 pohon saja akan menghasilkan 100 kubik kayu bakar. Jadi ada sekitar 120 kubik kayu yang dihasilkan dari penebangan pohon oleh kru film “5 Cm”. Sekedar catatan, untuk jenis pohon cemara yang ada di kawasan TNBTS, untuk mencapai diameter 60 - 80 cm dibutuhkan paling tidak lebih dari 50 tahun. Dan populasi pohon ini sudah sangat sedikit dikawasan TNBTS. Rupanya ini yang menjadi pangkal kemarahan anak - anak pecinta alam dan fans berat Gunung Semeru. 

      Menurut UU No 41 Tahun 1999 tentang kehutanan pasal 50 dan 78, disebutkan bahwa perambahan atau penebangan pohon hutan dilarang dan pelakunya bisa dikenakan sanksi pidana penjara maksimum 10 tahun dan denda Rp 5 milyar. Sedangkan UU No 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pasal 33 disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari Taman Nasional. Pelanggarnya bisa diancam dengan pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 50 juta. Lalu kenapa tidak ada tindakan atas pelanggaran ini oleh para Polisi Hutan baik dari Balai TNBTS dan BKSDA?
Namun yang lucu, ketika beberapa relawan pada saat pembuatan film ini mengetahui perusakan hutan di kawasan TNBTS dan melaporkan ke Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dengan membawa data bukti foto, mereka mengabaikan dan menyuruh menghapus file foto ini. Yang mengecewakan tentu saja pihak Balai Taman Nasional sebagai otoritas yang mengeluarkan SIMAKSI ( Surat Izin Memasuki Kawasan Konservasi ) untuk kru Ram Soraya ini. Ada banyak jenis SIMAKSI yang bisa dikeluarkan untuk para pengunjung Taman Nasional. Ada SIMAKSI untuk para pendaki yang notabene sebagai wisatawan biasa, ada SIMAKSI untuk peneliti, juga untuk pengambilan gambar baik foto maupun video komersial seperti pembuatan film dan iklan..


       Untuk yang terakhir ini, mereka kemudian wajib membayar royalti ke kas negara atas hasil yang didapat dari kegiatan komersial yang dilakukan di kawasan TNBTS. Hal ini, kita tidak tahu, apakah Ram Soraya membayar royalti ke Kas Negara atau tidak atas hasil dari film 5 Cm? Jadi untuk sekedar membuat film yang ternyata bukan sebuah film petualangan di gunung, dengan judul 5 Cm harus menghabiskan kayu sebanyak 120 kubik hasil dari perusakan di kawasan TNBTS. Ini yang membuat mereka marah! Dan mungkin mereka sekarang sedang menggalang kekuatan dan dana untuk menggugat produser film secara hukum atas perusakan di TNBTS. Dan sekarang, ketika saya paham akan beberapa hal dasar yang telah dilanggar didalam prinsip dasar kepecinta alaman. Sungguh, saya menjadi under estimate terhadap film 5 cm, bukan novelnya. Entah apa yang akan saya lakukan terhadap kaos 5 Cm saya, yang merupakan pemberian langsung dari salah satu artis pemeran 5 Cm. Seharusnya saya malu memakainya ataukah harus tetap berbangga mengenakannya? 

Bukan Haya itu melainkan terdapat beberapa kejanggalan dalam proses pendakian pada filem 5 CM di antaranya:

1. Menggunakan celana jeans

Jeans, jika terkena air, akan menjadi sangat berat. Keringnya pun memakan waktu lama. Belum lagi saat di packing akan tidak efisien karena terlalu besar.
Mendaki gunung-gunung Indonesia yang notabene adalah hutan hujan tropis, tentu akan selalu bertemu dengan cuaca lembab dan hujan. Pakaian yang basah dan tidak lekas kering bisa mempersulit pergerakan, menyebabkan kedinginan hingga hipotermia, dan akan menambah berat beban yang dibawa pendaki.


Sebaiknya, gunakan celana yang terbuat dari bahan seperti polyster. Selain ringan, bahan tersebut juga cepat kering jika basah. Lebih baik lagi gunakan bahan yang bisa tahan air tetapi tetap breathable, walaupun mungkin dengan harga yang cukup mahal. Menurut saya, film 5cm ingin tetap terlihat ‘fashionable’ sehingga penggunaan jeans lebih diminati. Ah, tetapi film-film adventure super keren seperti vertical limit atau 127 hours tetap menggunakan peralatan lengkap dan standar kok. Eh tapi katanya ini film tentang persahabatan ya?

2. Tidak membawa air yang cukup


Ini adegan yang cukup aneh. Gila lebih tepatnya. Saat tiba di kalimati, mereka malah meminta air kepada pendaki lain. Satu setengah liter air untuk berenam, dan mereka langsung naik ke Arcopodo!
Padahal, sumber mata air terakhir ya di kalimati itu. Saya sendiri waktu naik ke puncak membawa dua liter air untuk masing-masing orang.
Oh, porter-nya lupa di shoot mungkin, hehe.

3. Backpack/carrier yang terlihat sangat ringan


Saya nyengir-nyengir saat adegan di stasiun senen ini. mereka masing-masing muncul dengan backpack-nya yang terlihat kempes. Tas nya genta masih terlihat gulungan matras-nya yang melompong.
Dan, yang membuat saya tertawa adalah adegan Ian berlari mengejar kereta dengan membawa carrier besar dan satu kerdus indomie! Hebat banget tenaganya bro!

4. Terlalu memaksakan diri untuk pendaki pemula

Genta adalah seorang leader pendakian yang sangat ceroboh dan mengambil resiko terlalu besar.
Dengan membawa teman-temannya yang baru pertama kali naik gunung, ia langsung mengambil jalan menjuju kalimati, tanpa istirahat terlebih dahulu di Ranu Kumbolo.
Memang, dari ranupane (basecamp awal) ke ranu kumbolo hanya 4 jam, pun demikian dari ranukumbolo ke kalimati. Tapi, malam harinya mereka kan menempuh perjalnan ke puncak. Sekuat apapun, melakukan perjalanan dengan jalan kaki lebih dari enam jam menanjak dalam satu hari adalah penyiksaan, setidaknya menurut saya.

5. Informasi yang kurang tepat

“Kalo hujan abu begini apa kita boleh ke puncak, pak?” tanya riani ke salah satu pendaki di kalimati.
“Oh, boleh-boleh saja. Ini normal. Tapi jam 9 harus kembali ya,” ujar pendaki tersebut.
Kabarnya, setelah siang datang, awan beracun wedhus gembel akan mengarah ke area puncak mahameru mengikuti arah angin. Ini tidak sepenuhnya salah. Tapi, setelah perbincangan saya dengan Pak Sinabela selaku petugas taman nasional, angin bisa berubah kapan saja tanpa mengenal waktu. Saya sendiri mengalaminya di tengah perjalanan ketika naik ke puncak saat jam tiga pagi. Bau belerang tercium keras dan awan dari kawah terlihat hampir di atas kami. Setelah menunggu satu jam, arah angin baru berubah kembali.


Satu hal lagi, puncak Mahameru sebetulnya ditutup untuk pendakian. Tertulis jelas di peraturan TN semeru pendakian hanya dibolehkan sampai kalimati. Lebih dari itu, pihak taman nasional tidak bertanggung jawab. Kita bahkan diminta untuk menandatangani surat perjanjian di atas materai bahwa akan selalu menaati peraturan tersebut. Pada musim ramai, memang ada ranger yang menjaga pendaki agar tidak ke puncak. Selain itu, cuma kesadaran dan disiplin kita yang menentukan

6.Berenang di Ranu Kumbolo

Jelas-jelas tertulis di peraturan pendakian, dan juga papan larangan disana. DILARANG BERENANG DI RANU KUMBOLO.
Pernah ada kejadian orang yang tenggelam di Ranu kumbolo ini. Pokoknya, keselematan itu yang utama. Tidak usah merasa sok-sok jagoan kalau digunung, atau dimanapun.


Banyak pro dan kontra yang timbul setelah munculnya film 5cm ini. Tidak mungkin juga membendung keinginan orang-orang yang akan naik ke semeru. Juga tidak mungkin melarang mereka naik, gunung ini milik kita bersama kok.
Menurut saya,  pemeriksaan standar keamanan pendakian di taman nasional harus diperketat untuk mencegah para “pendaki 5cm” ini mendaki jika standard peralatan mereka belum memadai. Walaupun ini sulit sekali dalam prakteknya.

Nah, tugas kita lah sebagai orang yang lebih paham. Para pendaki, mapala, klub-klub pendaki, atau siapapun untuk memberi arahan tentang pendakian yang baik dan benar. Entah itu menulis di social media, membuat pelatihan, atau sekedar sharing di warung kopi. Apapun itu, yang penting bagikanlah ilmu-ilmu mendaki yang benar sehingga semeru atau gunung-gunung lainnya akan lebih terjaga.

Sebagai Pesan Penutup, ingatlah apa yang menjadi spirit pecinta alam ini :



Jangan tinggalkan apapun kecuali jejak, Jangan ambil apapun kecuali gambar dan
Jangan membunuh apapun kecuali waktu.